Jumat, 08 Agustus 2008

Hukuman Mati

Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.(Wikipedia.com)
Pada tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di 22 negara, termasuk Indonesia. Dari data tersebut 94% praktek hukuman mati hanya dilakukan di empat negara: Iran, Tiongkok, Saudi Arabia, dan Amerika Serikat.


Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.(Wikipedia.com)
Pada tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di 22 negara, termasuk Indonesia. Dari data tersebut 94% praktek hukuman mati hanya dilakukan di empat negara: Iran, Tiongkok, Saudi Arabia, dan Amerika Serikat.

Dalam sejarah, dikenal beberapa cara pelaksanaan hukuman mati:
* pancung kepala: Saudi Arabia dan Iran,
* sengatan listrik: Amerika Serikat
* digantung: Mesir, Irak, Iran, Jepang, Yordania, Pakistan, Singapura
* suntik mati: Tiongkok, Guatemala, Thailand, AS
* tembak: Tiongkok, Somalia, Taiwan, Indonesia, dan lain-lain
* rajam: Afganistan, Iran

Kontroversi Hukuman Mati

Hingga Juni 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan praktek hukuman mati, termasuk Indonesia, dan lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan praktek hukuman mati. Ada 88 negara yang telah menghapuskan hukuman mati untuk seluruh kategori kejahatan, 11 negara menghapuskan hukuman mati untuk kategori kejahatan pidana biasa, 30 negara negara malakukan moratorium (de facto tidak menerapkan) hukuman mati, dan total 129 negara yang melakukan abolisi (penghapusan) terhadap hukuman mati.

Falsafah Hukum Sanksi
Islam menganggap bahwa kejahatan adalah perbuatan-perbuatan tercela (al-qabih). Sedangkan yang dimaksud dengan tercela (al-qabih) adalah perbuatan-perbuatan yang Allah cela. Itu sebabnya, suatu perbuatan tidak dianggap jahat kecuali jika ditetapkan oleh syara’ bahwa perbuatan tersebut tercela. Ketika syara’ telah menetapkan bahwa perbuatan itu tercela, maka sudah pasti perbuatan tersebut disebut kejahatan, tanpa melihat lagi apakah tingkat dan jenis kejahatan tersebut besar ataupun kecil. Islam telah menetapkan perbuatan tercela sebagai dosa (dzunub) yang harus dikenai sanksi. Jadi, dosa itu substansinya adalah kejahatan.
Islam mengandung perintah dan larangan-Nya, dan Allah Swt. meminta manusia untuk berbuat sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah Swt. dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Jika menyalahi hal tersebut, maka manusia telah melakukan perbuatan tercela, yakni melakukan kejahatan. Oleh karena itu, orang-orang yang berdosa harus dikenai sanksi (‘iqab). Dengan demikian, manusia dituntut untuk mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Perintah dan larangan tersebut tidak akan berarti sama sekali jika tidak ada sanksi bagi orang yang melanggarnya. Syari’at Islam menjelaskan bahwa bagi pelanggar akan dikenai sanksi di akhirat dan di dunia. Allah Swt. akan memberi sanksi di akhirat bagi pelanggar, dan Allah juga akan mengadzabnya kelak di hari kiamat. Firman Allah Swt:
Beginilah (keadaan mereka). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk, (yaitu) neraka Jahannam, yang mereka masuk ke dalamnya; maka amat buruklah Jahannam itu sebagai tempat tinggal.” (TQS. Shâd [38]: 55-56)

Dukungan hukuman mati didasari argumen diantaranya bahwa hukuman mati untuk pembunuhan sadis akan mencegah banyak orang untuk membunuh karena gentar akan hukuman yang sangat berat.
Allah Swt. berfirman: ‘Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.’ (TQS. al-Baqarah [2]:179)
Ayat diatas berisi bahwa di dalam pensyari’atan qishash bagi kalian, yakni membunuh lagi si pembunuh, terdapat hikmah yang sangat besar, yaitu menjaga jiwa (manusia). Sebab, jika pembunuh mengetahui akan dibunuh lagi, maka ia akan merasa takut untuk melakukan pembunuhan. Itu sebabnya, di dalam qishash ada jaminan hidup bagi jiwa. Pada ghalibnya, jika orang berakal mengetahui bahwa bila ia membunuh akan dibunuh lagi, maka ia tidak akan melakukan pembunuhan tersebut. Dengan demikian, ‘uqubat (sanksi-sanksi) berfungsi sebagai zawajir (pencegahan). Keberadaannya disebut sebagai zawajir, sebab dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan
Karena Jika pada hukuman penjara penjahat bisa jera dan bisa juga membunuh lagi jika tidak jera,pada hukuman mati penjahat pasti tidak akan bisa membunuh lagi karena sudah dihukum mati dan itu hakikatnya memelihara kehidupan yang lebih luas. Dalam berbagai kasus banyak pelaku kejahatan yang merupakan residivis yang terus berulang kali melakukan kejahatan karena ringannya hukuman.
Sanksi di dunia bagi para pendosa atas dosa yang dikerjakannya di dunia dapat menghapuskan sanksi di akhirat bagi pelaku dosa tersebut. Hal itu karena ‘uqubat berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Keberadaan uqubat sebagai zawajir, karena mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan tindakan pelanggaran. Keberadaan ‘uqubat sebagai zawabir, dikarenakan ’uqubat dapat menebus sanksi akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan negara di dunia. Dalilnya adalah apa diriwayatkan oleh Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit ra berkata:
“Kami bersama Rasulullah saw dalam suatu majelis dan beliau bersabda, “Kalian telah membai’atku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, tidak mencuri, tidak berzina, kemudian beliau membaca keseluruhan ayat tersebut. “Barangsiapa diantara kalian memenuhinya, maka pahalanya di sisi Allah, dan barangsiapa mendapatkan dari hal itu sesuatu maka sanksinya adalah kifarat (denda) baginya, dan barangsiapa mendapatkan dari hal itu sesuatu, maka Allah akan menutupinya, mungkin mengampuni atau mengadzab.”
Hadits ini menjelaskan bahwa sanksi dunia diperuntukkan untuk dosa tertentu, yakni sanksi yang dijatuhkan negara bagi pelaku dosa, dan ini akan menggugurkan sanksi akhirat.
Dengan demikian, tidak ada satu sistem hukum-pun di dunia ini yang serupa sebagaimana sistem hukum Islam. Sistem hukum Islam berfungsi sebagai pencegah (zawajir) atas tindak kriminalitas sekaligus sebagai penebus (jawabir) atas tindakan jahat yang telah dilakukan oleh si pelaku.
Seringkali penolakan hukuman mati hanya didasarkan pada sisi kemanusiaan terhadap pelaku tanpa melihat sisi kemanusiaan dari korban sendiri,keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang tergantung pada korban.Lain halnya bila memang keluarga korban sudah memaafkan pelaku tentu vonis bisa diubah dengan prasyarat yang jelas. Inay



Tidak ada komentar: